Aku berjalan melewati perkampungan yang sangat ku kenal 5 tahun silam, pohon-pohon yang letaknya sama, gang-gang masih berada di tempatnya masing-masing untuk menyatukan jalan-jalan kecil. Hanya ada beberapa jalan yang diperbaiki, mungkin efek pilkada tahun lalu, beberapa rumah sudah mulai terisi penuh dari 5 tahun lalu aku meninggalkan kampungku. Beberapa tetanggaku juga masih ingat denganku walaupun awal-awal melihatku agak aneh dengan rambutku yang lebih panjang. Rumahku juga sudah berubah, sudah dicat ulang dengan warna biru langit, memang itu kebiasaan keluarga kami, setiap 2 tahun lebaran, kami merubah warna cat rumah kami.
Akhirnya hari ini aku pulang.
Hari ini aku kembali kepada pelukan ibu, aku kembali kepada hangatnya tanah kampung halamanku. Sudah lama rasanya semua ini tak aku rasakan semenjak merantau jauh dari asalku untuk bekerja, namun, rasanya tak pernah berubah, selalu hangat, menenangkan, rasanya tidak ada lagi yang aku butuhkan ketika berada dalam pelukan ibuku.
"Maafkan aku, Ma, jarang pulang." Kataku menangis di dekapan ibu.
"Nak, tidak apa, mama paham," Balas ibuku menenangkan. "Mama senang, anak mama sudah besar." Ibuku melanjutkan perkataanya sambil tersenyum kepadaku.
"Aku sudah besar?" Batinku.
Apakah aku sudah layak menerima kata 'besar' dari ibuku sendiri, padahal aku tau aku tidak sebesar yang terlihat dan apa yang ibu katakan. Aku bukan siapa-siapa di perantauanku dan aku juga bukan siapa-siapa di kampungku. Apa yang dimaksud ibuku dengan 'besar', aku belum pantas disebut 'besar' olehnya yang sudah melahirkan dan merawatku dari lahir.
Kalau ibuku hanya mengatakan 'besar' karena umurku yang bertambah, tentu aku merasa sangat sedih dan hina, karena artinya aku bukanlah yang ia harapkan, karena siapa pun dia, bisa menjadi besar tanpa harus berbuat apa-apa jika hanya karena umurnya. Aku tidak pantas mendapat predikat besar dari ibuku, aku belum bisa memberi apa-apa kepada ibu kecuali kabar dari tanah perantauanku dan uang yang aku sisihkan dari gajiku, yang tidak seberapa.
5 tahun di perantauan tidak memberikan diriku waktu untuk memikirkan bagaimana bentuk saudara-saudaraku yang masih kecil di kampung, aku hanya memikirkan kabar ibu, selalu mendoakannya sehat sampai aku menjadi 'orang'. Sampai pada hari ini aku bertemu mereka, banyak perubahan dari mereka. Tanpa sadar, diriku juga mengatakan 'sudah besar' kepada saudaraku yang dulu masih kecil, namun, sekarang sudah berkembang menjadi besar.
Ketika aku sadar apa yang aku katakan, aku lalu mulai menyadari bahwa, kata 'besar' bukan berarti kita memang besar, melainkan kita sudah berkembang dari bentuk asli kita, Sudah ada proses perbaikan di sana, melewati baik-buruknya kehidupan, sehingga membentuk kita menjadi diri kita yang sekarang. Perkembangan itulah yang menjadikan seseorang besar, perkembangan ke arah sesuatu yang lebih baik tentunya.
Kita tidak perlu memikirkan akhir dari sebuah perjalanan, yang harus kita nikmati adalah perjalanan itu sendiri. Ketika kita terlalu fokus terhadap akhir dari perjalanan kita, terkadang kita malah melupakan perjalanan itu, yang dapat mengurangi nilai dari perjalanan tersebut.
Contohnya seperti ketika aku mudik kemarin, perjalanan dari Jakarta ke Sumatera Utara membutuhkan waktu 4 hari, menggunakan bis lintas sumatera. Pada akhirnya aku akan tetap sampai di kampungku walaupun 4 hari itu aku cuma mengisi dengan tidur dan makan, namun, beda cerita ketika aku menikmati perjalanan 4 hari itu, aku berkenalan dengan orang, melakukan perbincangan, membaca buku atau melakukan hal manfaat lainnya, aku akan mendapatkan hal-hal baru yang mungkin jarang aku dapatkan, karena kita tau pada akhirnya kita akan sampai pada akhir yang kita mau.
Sama seperti perjalanan menuju 'besar', kita akan menjadi besar walaupun kita cuma menghabiskan waktu dengan tidur dan makan, namun, beda cerita ketika kita menikmati perjalanan menuju 'besar' dengan masuk sekolah, belajar hal-hal baru, berkenalan dengan teman-teman baru, mengenal cinta untuk pertama kalinya, sakit hati untuk pertama kalinya, mencari pengalaman baru, melakukan perjalanan ke suatu tempat jauh dari rumah, melakukan sesuatu yang membuat perjalanan semakin menarik. Pada akhirnya kita akan menjadi 'besar' dengan apa yang kita punya.
Predikat 'besar' hanya bonus dari sebuah perjalanan menuju 'besar' itu sendiri. Kita akan besar, itu pasti, namun, menjadi 'besar' karena apa, yang menjadi pilihan kita. Umurkah? Pengalamankah? Pengabdiankah? Atau yang lainnya.
Yang lebih penting dari 'besar' adalah, 'besar karena (sesuatu)'.
Tulisan ini gua dedikasikan untuk temen gua yang udah lama engga gua denger kabarnya, namanya Doli Bonardo Sinaga, sahabat kecil gua yang sekarang sudah berada di Sumatera Utara. Tokoh di atas, gua mengambil dari sudut pandang dia, namun, cerita dan kata-kata tersebut tetap dari gua. Udah hampir 8 tahun engga ketemu, terpisah antara pulau, udah lama engga kontekan karena ga dapet kontaknya. Gua doain semoga sehat-sehat ya, Dol.
Semoga kau baca, Dol.
0 Komentar