6 tahun saya di pesantren membuat saya nyaman di sana, cukup sulit saya beradaptasi untuk memulai semuanya lagi di luar pesantren, tapi semua harus dilewati, bisa saja saya tidak harus keluar pesantren, namun gantinya adalah saya bisa mengabdi di sana, saya bukannya tidak mau, tapi saya ingin mencoba zona baru di luar pesantren. Bahasa anak pesantren sih, mengabdi di masyarakat.
Lulus dari SMK di pesantren, saya mempunyai harapan yang sangat tinggi, yang saat itu belum saya sadari bahwa kapasitas saya tidak memumpuni, saya ingin masuk kampus negeri ternama di Jakarta, saya belum sadar kalau saya kurang dalam hal akademik. Untungnya sebelum saya mendaftarkan diri untuk ikut SBMPTN, saya bertemu senior saya di pesantren dulu, saya ngobrol banyak, terutama dalam hal memilih kampus dan jurusan dimana saya ingin melanjutkan studi.
Intinya dia bilang, bahwa saya harus tau kadar diri saya, apakah saya mampu bila melanjutkan di sana. Apakah saya akan bahagia berada di suatu jurusan yang saya mau.
Saya mulai bertanya kampus manakah yang kira-kira cocok untuk saya, dia malah melempar kembali ke saya, "Kampus impian lu apa?". Ya, saya ditanya kampus impian pasti Universtias Indonesia. Saya dikasih tau kalau kampus itu rada susah masuknya. Saya setuju. Dalam hal apapun, masuk ke dalamnya itu yang susah, tapi kalau udah di dalamnya kita tinggal berjuang di dalamnnya agar tidak terlempar ke luar lagi. Saya seperti waktu saya di pesantren, ada program bernama kelas excellent, jadi kelas yang ada di barisan pertama dalam satu angkatan adalah kumpulan orang-orang yang menurut nilai layak untuk masuk. Lalu ada kelas di bawah kelas excellent, ini kelas orang-orang yang hampir layak, lalu kelas ke bawah, kelas-kelas biasa, namun bukan berarti yang di bawah itu jelek.
Berada di kelas excellent sangatlah keras, karena persaingan di sana sangat ketat, saling senggol nilai, saling berlomba-lomba untuk memuncaki peringkat pertama. Kelas ini yang saya idolakan saat itu, karena saya ingin merasakan euforia berada di bawah tekanan teman dan guru. Saat saya menyelesaikan kelas 1 (kelas 7), saya liburan dan menunggu hasil kelas manakah yang akan saya duduki di kelas 2 nanti. Setelah melihat hasilnya, saya ternyata masuk dalam kelas di bawah excellent, yaitu kelas 2B. Tempat orang-orang yang hampir masuk dalam kelas excellent, namun tersenggol orang yang nilainya lebih layak masuk.
Saya lihat daftar nama kelas 2A, ternyata beberapa teman-teman dekat saya masuk, ada juga yang masuk kelas 2B, dan sisanya ada di kelas lain.
Ohiya, saya lupa setiap tengah semester, kita bisa naik ke kelas excellent, jika nilai layak.
Akhirnya, pada pergantian semester saya berhasil masuk ke kelas excellent. Kelas yang saya impikan sejak kelas 1. Bukan saya saja yang berhasil masuk ke kelas excellent, 3 teman dekat saya juga berhasil masuk kelas excellent. Saya waktu itu nangis meninggalkan kelas B, hahahahaha, saya nangis karena mungkin saya sudah terlalu nyaman dengan suasana kelas di sana, nyaman dengan teman-teman. Tapi itulah kehidupan, saya harus meninggalkan sesuatu yang sudah nyaman untuk pindah ke tempat yang akan membuat saya nyaman lagi, ketika sudah nyaman di tempat itu, saya juga harus pindah ke tempat nyaman lainnya.
Di kelas 2A sangat berbeda dengan 2B, saat di kelas 2B, orang-orang yang belajar dengan senang riang, namun yang saya rasakan di 2A adalah orang-orang yang belajar dengan serius, seakan tidak ada waktu untuk bersenang-senang. Jadi saya belajar dengan sangat tertekan, ternyata engga enak, kepala ngebul, tangan gemeter mulu karena nyatet apapun. Saya malah jadi tidak belajar 100%, karena pada dasarnya saya orang yang belajar harus dengan rileks, jadi lebih santai, ya kalau engga masuk, ya engga apa-apa, mungkin lain waktu ilmu itu saya akan mengerti.
Pada akhir semester kenaikan kelas, saya turun lagi ke kelas 3B, saya kalah di pertempuran kelas atas, di sana saya hanya mampu menyentuh 10 besar dari bawah, yang otomatis akan dipindahkan ke kelas bawah lagi. Saya bertemu teman-teman saya lagi di 2B dulu, saya senang lagi, belajar dengan senang lagi, tanpa tekanan. Hasilnya adalah saya bisa masuk lagi di kelas 3A, padahal pada kelas 3 saya tidak niat masuk kelas excellent, tapi ternyata saya masih dikasih kesempatan di kelas itu.
Enaknya di kelas A adanya fasilitas yang berbeda dengan kelas lain, kelas-kelas A ditempatkan digedung berbeda, orang-orang pintar dikumpulkan satu gedung, saya tidak setuju dengan konsep ini, karena saya ngebayangin gimana kalau satu gedung itu runtuh, bisa-bisa semua orang pintar tidak ada. Kasian negara ini. Ya untungnya, orang bodoh di Indonesia dikumpulin semua di satu gedung, jadi enak. Bisa berkurang jumlah orang bodoh yang membohongi rakyat dengan janji-janji kampanyenya.
Eh kembali ke fasilitas, di kelas A, ada projector dan dibolehkan membawa laptop untuk kebutuhan ilmu, tapi kalau kelas B ke bawah, harus izin dan izinnya engga mudah, ribet banget. Yang intinya adalah fasilitas sangat jauh berbeda, namun bukan berarti anak-anak lain tidak disupport untuk berkembang. Namun, dihambat.
Setelah lulus dari kelas 3, saya mendapat pilihan masuk SMA atau SMK. IPA, IPS atau SMK multimedia. Setelah berpikir panjang, akhirnya saya memilih SMK multimedia, karena kesukaan saya pada komputer.
Bertemu orang-orang baru dengan niat dan tujuan berbeda, saya jadi belajar bahwa untuk mencapai sesuatu kita semua punya niat dan tujuan masing-masing. Yang penting tidak menyalahkan orang lain yang berbeda dengan kita, cukup mendoakan kita bisa mencapai garis finish yang sama.
Di SMK saya mendalami Adobe Flash, untuk membuat sebuah animasi. Namun, pada tugas akhir, saya malah membuat CD interaktif. Karena pengerjaan animasi untuk waktu yang singkat sangat tidak mungkin, apalagi kerja sendiri. Eh iya, selain itu, saat saya di SMK saya sempat memenangkan perlombaan animasi di daerah Rangkas, juara 3, lumayan. Ada prestasi sedikit.
Di SMK, tidak ada excellent atau bukan, jadi saya bisa belajar tanpa tekanan.
Pesan saya pada tulisan ini sudah tersebar di atas, semoga bisa diambil sama teman-teman yang baik-baiknya.
Terima kasih.
Alam.
I Love You, All.
Pada akhir semester kenaikan kelas, saya turun lagi ke kelas 3B, saya kalah di pertempuran kelas atas, di sana saya hanya mampu menyentuh 10 besar dari bawah, yang otomatis akan dipindahkan ke kelas bawah lagi. Saya bertemu teman-teman saya lagi di 2B dulu, saya senang lagi, belajar dengan senang lagi, tanpa tekanan. Hasilnya adalah saya bisa masuk lagi di kelas 3A, padahal pada kelas 3 saya tidak niat masuk kelas excellent, tapi ternyata saya masih dikasih kesempatan di kelas itu.
Enaknya di kelas A adanya fasilitas yang berbeda dengan kelas lain, kelas-kelas A ditempatkan digedung berbeda, orang-orang pintar dikumpulkan satu gedung, saya tidak setuju dengan konsep ini, karena saya ngebayangin gimana kalau satu gedung itu runtuh, bisa-bisa semua orang pintar tidak ada. Kasian negara ini. Ya untungnya, orang bodoh di Indonesia dikumpulin semua di satu gedung, jadi enak. Bisa berkurang jumlah orang bodoh yang membohongi rakyat dengan janji-janji kampanyenya.
Eh kembali ke fasilitas, di kelas A, ada projector dan dibolehkan membawa laptop untuk kebutuhan ilmu, tapi kalau kelas B ke bawah, harus izin dan izinnya engga mudah, ribet banget. Yang intinya adalah fasilitas sangat jauh berbeda, namun bukan berarti anak-anak lain tidak disupport untuk berkembang. Namun, dihambat.
Setelah lulus dari kelas 3, saya mendapat pilihan masuk SMA atau SMK. IPA, IPS atau SMK multimedia. Setelah berpikir panjang, akhirnya saya memilih SMK multimedia, karena kesukaan saya pada komputer.
Bertemu orang-orang baru dengan niat dan tujuan berbeda, saya jadi belajar bahwa untuk mencapai sesuatu kita semua punya niat dan tujuan masing-masing. Yang penting tidak menyalahkan orang lain yang berbeda dengan kita, cukup mendoakan kita bisa mencapai garis finish yang sama.
Di SMK saya mendalami Adobe Flash, untuk membuat sebuah animasi. Namun, pada tugas akhir, saya malah membuat CD interaktif. Karena pengerjaan animasi untuk waktu yang singkat sangat tidak mungkin, apalagi kerja sendiri. Eh iya, selain itu, saat saya di SMK saya sempat memenangkan perlombaan animasi di daerah Rangkas, juara 3, lumayan. Ada prestasi sedikit.
Di SMK, tidak ada excellent atau bukan, jadi saya bisa belajar tanpa tekanan.
Pesan saya pada tulisan ini sudah tersebar di atas, semoga bisa diambil sama teman-teman yang baik-baiknya.
Terima kasih.
Alam.
I Love You, All.
0 Komentar